Selasa, 10 November 2009

ISLAM; WAHYU DAN TRADISI BUDAYA

I. Pendahuluan
Masyarakat Arab sebelum Nabi Muhammad telah mempercayai adanya Tuhan. Mereka sering mengadakan upacara penyembahan sebagai sarana berhubungan dengan Tuhan mereka, termasuk penyembahan terhadap berhala. Sejak masa Ibrahim, kepercayaan terhadap Tuhan telah menjadi kebutuhan setiap manusia, melalui penyembahan berhala. Hingga menjelang kelahiran Muhammad, Ka’bah dikelilingi oleh 360 berhala, seperti Hubal, Manath, Latta, Uzza, dsb. Berhala ada di mana-mana, di rumah maupun di perjalanan, bahkan sering terjadi makanan dibuat berhala untuk disembah sebelum akhirnya dimakan. Mereka juga percaya malaikat, sebagai puteri Tuhan, jin sebagai pemegang kekuasaan bersama Tuhan dan mengendalikan dunia. Berbagai upacara persembahan yang berupa pengorbanan juga tidak asing lagi bagi bangsa Arab sebagai jalan mengabdi pada Tuhan mereka.
Agama sebagai sistem sosialpun tidak asing lagi bagi bangsa Arab pra-Islam. Sebelum Islam, kota Mekkah telah menjadi pusat umat beragama saat itu yang melaksanakan ibadah haji, meski tidak dapat dilepaskan dari kegiatan perdagangan. Keberadaan Kabah sejak masa Ibrahim telah menjadikan kota itu dianggap sebagai tempat suci yang sangat tepat bagi manusia untuk menghadapkan dirinya kepada Tuhan. Dengan kondisi seperti itu para pemimpin kota Mekkah-pun tidak dapat terlepas dari kepemimpinan dalam kegiatan keagamaan masyarakat saat itu. Para pendahulu yang menjadi nenek moyang Nabi Muhammad adalah para tokoh yang berperan dalam berbagai kegiatan di kota ini.

II. Wahyu
Pengertian Wahyu
Wahyu adalah qalam atau pengetahuan dari Allah, yang diturunkan kepada seorang nabi atau rasul dengan perantara malaikat ataupun tidak. Berdasarkan salah satu ayat dalam Al-Qur'an,


“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya, Isa, Ayub, Yunus, Harun dan Sulayman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud” (QS. Al-Baqarah 4:163).

Prosesnya bisa melalui suara berupa firman atau melalui visi/mimpi. Etimologinya berasal dari kata kerja bahasa Arab وَحَى (waḥā) yang berarti memberi wangsit, mengungkap, atau memberi inspirasi.

Wahyu Sebagai Dasar Pandangan Hidup Islam
Pandagan hidup Islam bersumberkan kepada wahyu yang diperkuat oleh agama (din) dan didukung oleh prinsip akal dan intuisi. Karena itu pandangan hidup Islam telah sempurna sejak awal dan tidak memerlukan kajian ulang atau tinjauan kesejarahan untuk menentukan posisi dan peranan historisnya. Substansi agama seperti: nama, keimanan dan pengamalannya, ritus-ritusnya, doktrin-doktrin serta sistim teologisnya telah ada dalam wahyu dan diterangkan serta dicontohkan oleh Nabi. Ketika ia muncul dalam pentas sejarah, Islam telah “dewasa” sebagai sebuah sistim dan tidak memerlukan pengembangan. Ia hanya memerlukan penafsiran dan elaborasi yang merujuk kepada sumber yang permanen itu. Maka ciri pandangan hidup Islam adalah otentisitas dan finalitas. Maka apa yang di Barat disebut sebagai klasifikasi dan periodesiasi pemikiran, seperti periode klasik, pertengahan, modern dan postmodern tidak dikenal dalam pandangan hidup Islam; periodesasi itu sejatinya menggambarkan perubahan elemen-elemen mendasar dalam pandangan hidup dan sistim nilai mereka.
Elemen-elemen pandangan hidup Islam terdiri utamanya dari konsep Tuhan, konsep wahyu, konsep penciptaan-Nya, konsep psikologi manusia, konsep ilmu, konsep agama, konsep kebebasan, konsep nilai dan kebajikan, konsep kebahagiaan. Elemen-elemen mendasar yang konseptual inilah yang menentukan bentuk perubahan (change), perkembangan (development) dan kemajuan (progess) dalam Islam. Elemen-elemen dasar ini berperan sebagai tiang pemersatu yang meletakkan sistem makna, standar tata kehidupan dan nilai dalam suatu kesatuan sistim yang koheren dalam bentuk worldview.
Pandangan hidup Islam dicanangkan oleh Nabi di Makkah melalui penyampaian wahyu Allah dengan cara-cara yang khas. Setiap kali Nabi menerima wahyu yang berupa ayat-ayat al-Qur’an, beliau menjelaskan dan menyebarkannya ke masyarakat. Cara-cara seperti ini tidak sama dengan cara-cara yang ada pada scientific worldview, dan oleh sebab itu Prof.Alparslan menamakan worldview Islam sebaai “quasi-scientific worldview”.

Wahyu Allah Pada Periode Makkah dan Madinah
Periode Makkah merupakan periode yang sangat penting dalam kelahiran pandangan hidup Islam. Karena banyaknya surah-surah al-Qur’an diturunkan di Makkah (yakni 85 surah dari 114 surah al-Qur’an diturunkan di Makkah), maka periode Makkah dibagi menjadi dua periode: Makkah period awal dan periode akhir. Pada periode awal wahyu yang diturunkan umumnya mengandung konsep-konsep tentang Tuhan dan keimanan kepadaNya, hari kebangkitan, penciptaan, akhirat, surga dan neraka, hari pembalasan, baik dan buruk, dan lain sebagainya yang kesemuanya itu merupakan elemen penting dalam struktur worldview Islam. Pada periode akhir Makkah, wahyu memperkenalkan konsep-konsep yang lebih luas dan abstrak, seperti konsep ‘ilm, nubuwwah, din, ibadah, dan lain-lain. Dua periode Makkah ini penting bukan hanya karena sepertiga dari al-Qur’an diturunkan di sini, akan tetapi kandungan wahyu dan penjelasan Nabi serta partisipasi masyarakat muslim dalam memahami wahyu itu telah membentuk struktur konsep tentang dunia (world-structure) baru yang merupakan elemen penting dalam pandangan hidup Islam. Karena sebelum Islam datang struktur konsep tentang dunia telah dimiliki oleh pandangan hidup masyarakat pra-Islam (jahiliyyah), maka struktur konsep tentang dunia yang dibawa Islam menggantikan struktur konsep yang ada sebelumnya. Konsep karam, misalnya, yang pada masa jahiliyya berarti kemuliaan karena harta dan banyaknya anak, dalam Islam diganti menjadi berarti kemuliaan karena ketaqawaan.
Pada periode Madinah, wahyu yang diturunkan lebih banyak mengandung tema-tema umum yang merupakan penyempurnaan ritual peribadatan, rukun Islam, sistem hukum yang mengatur hubungan individu, keluarga dan masyarakat; termasuk hukum-hukum tentang jihad, pernikahan, waris, hubungan muslim dengan ummat beragama lain, dan sebagainya. Secara umum dapat dikatakan sebagai tema-tema yang berkaitan dengan kehidupan komunitas muslim. Meskipun begitu, tema-tema ini tidak terlepas dari tema-tema wahyu yang diturunkan sebelumnya di Makkah, dan bahkan tema-tema wahyu di Makkah masih terus didiskusikan.
Ringkasnya, periode Makkah menekankan pada beberapa prinsip dasar aqidah atau teologi yang bersifat metafisis, yang intinya adalah konsep Tuhan, sedangkan periode Madinah mengembangkan prinsip-prinsip itu kedalam konsep-konsep yang secara sosial lebih aplikatif. Dalam konteks kelahiran pandangan hidup, pembentukan struktur konsep dunia terjadi pada periode Makkah, sedangkan konfigurasi struktur ilmu pengetahuan, yang berperan penting dalam menghasilkan kerangka konsep keilmuan, scientific conceptual scheme dalam pandangan hidup Islam terjadi pada periode Madinah.

III. Budaya
Pengertian Budaya
Menurut Koentjaningrat, yang dimaksud dengan kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar. Kebudayaan lahir sebagai hasil buah usaha budinya seseorang atau kelompok masyarakat. Kebudayaan adalah segala hasil karya dari proses cipta, rasa dan karsa manusia belaka, yang kemudian diwariskan secara turun temurun dan menjadi sebuah karya budaya yang melekat dalam masyarakat sekitar. Berdasarkan definisi ini kebudayaan dibedakan atas 3 bentuk budaya: (1) kebudayaan dalam bentuk ide, gagasan, dan konsep (ada yang menyebutnya sistem nilai); (2) kebudayaan yang berupa tingkah laku manusia; dan (3) kebudayaan yang berupa benda karya manusia. Ketiga bentuk kebudayaan itu berjalan saling bertautan. Ide manusia akan melahirkan pola tingkah laku, dan selanjutnya ide dan tingkah laku itu menghasilkan sesuatu karya dalam bentuk benda. Benda karya budaya itu akan berbalik mempengaruhi tingkah laku dan ide, dan dari rangsangan itu lahirlah ide baru. Dari ide baru akan lahir pola tingkah laku baru dan selanjutnya lahir benda baru. Demikian seterusnya saling bertautan dan saling merangsang tumbuhnya temuan-temuan baru itu berjalan terus menerus, dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Dari ketiga bentuk kebudayaan itu sering dikelompokkan menjadi 2 sifat kebudayaan, yakni: (1) kebudayaan yang bersifat non-benda, tak-benda, tak teraba atau intangible culture aspect; dan (2) kebudayaan dalam bentuk benda atau tangible culture aspect. Bila dilihat dari dari sisi bentuk kebudayaan, maka agama berhubungungan erat dengan masalah ide, gagasan dan konsep, yang selanjutnya berhubungan pula dengan pola tingkah laku (non-benda) dan benda sebagai karya budaya keagamaan (benda).

Titik Temu dan Titik Pisah Agama dan Budaya
Ada dua pandangan tentang hubungan antara keduanya. Pandangan pertama menempatkan agama sebagai bagian dari kebudayaan, yang berarti antara keduanya pada hakikatnya ada kesamaan. Pandangan kedua menempatkan agama bukan bagian dari kebudayaan, dan dengan demikian agama berbeda dengan budaya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata agama berarti ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan tata pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Ajaran dan sistem yang mengatur tata keimanan itu hadir karena datangnya wahyu atau firman dari Tuhan Yang Maha Pencipta yang diturunkan melalui utusannya untuk disebarkan kepada masyarakat. Agama merupakan suatu keyakinan akan keberadaan Tuhan yang menjadikan sumber ketenteraman dan semangat hidup serta kepada-Nya manusia akan kembali. Pemahaman tentang agama seperti ini menjadi dasar bagi pihak yang tidak setuju jika agama disebut merupakan bagian dari kebudayaan.
Untuk mencari titik temu antara agama dan budaya dapat pula dilihat dari sisi unsur yang terkandung dalam kebudayaan. Ernest Cassirer, membagi kebudayaan menjadi 5 unsur: (1) mitos dan religi; (2) bahasa; (3) kesenian; (4) sejarah; dan (5) ilmu pengetahuan. Sementara Koentjaraningrat membagi kebudayaan ke dalam 7 unsur, yaitu: (1) sistem religi dan upacara keagamaan; (2) sistem kemasyarakatan; (3) sistem pengetahuan; (4) bahasa; (5) kesenian; (6) sistem mata pencaharian hidup; dan (7) sistem teknologi.
Bila antara arti agama dan budaya disandingkan, maka keduanya memiliki persamaan isi. Agama dan kebudayaan adalah sistem nilai dan simbol-simbol yang berisi kaidah, ajaran, aturan, meskipun sumbernya berbeda. Sistem nilai dan simbol-simbol yang lahir dari rahim kebudayaan dihasilkan oleh kemampuan manusia dalam menghadapi segala tantangan hidup di lingkungan hidupnya dengan cara belajar dan belajar. Sementara kaidah, ajaran, aturan dalam agama diyakini sebagai wahyu. atau firman yang datang dari Tuhan Yang Maha Pencipta yang diturunkan melalui utusannya.
Dengan pemahaman tentang isi agama di atas, maka agama dipandang sebagai dogma yang tidak akan pernah berubah dan tidak boleh berubah untuk menyesuaikan diri sesuai dengan tuntutan jaman. Sebagai dogma diyakini oleh para penganut agama bahwa agama diturunkan oleh Tuhan sudah disesuaikan dengan kondisi jaman hingga sampai pada akhir jaman. Sangat diyakini Tuhan tidak melakukan kesalahan dalam menurunkan tuntunan untuk umatnya sehingga dinilai tidak perlu untuk dilakukan perubahan.
Meskipun doktrin yang digunakan untuk bidang kebudayaan adalah melestarikan kebudayaan bangsa atau suku bangsa (yang berarti menjaga agar tidak berubah), namun dalam kenyataan kebudayaan mendapatkan peluang untuk berubah atau berkembang menyesuaikan diri dengan perkembangan lingkungannya. Tuntutan perubahan itu sulit dicegah, karena manusia yang dibekali kemampuan untuk mengembangkan ide, gagasan dan konsep dalam menghadapi tantangan lingkungannya. Kebudayaan selalu berkembang sejalan dengan tingkat kepekaan manusia dalam menanggapi perkembangan lingkungannya.
Meskipun bidang kebudayaan menerapkan konsep pelestarian kebudayaan, tetapi pelestarian di sini tidak diartikan sebagai konsep yang bersifat statis, melainkan bersifat dinamis. Sifat dinamis dari kebudayaan dimanifestasikan ke dalam 4 aktivitas kebudayaan, yakni pemilik kebudayaan melakukan upaya untuk melindungi, membina, mengembangkan dan memanfatakan untuk mempermudah kehidupannya.


Tugas Masuk dari Lia Yuliana
Mahasiswa PGMI Semester 1 kela A

2 komentar: